Hargailah Saya,Tinggalkanlah Komentar walau hanya terimakasih

15 Maret 2013

Sampah Menjadi Emas



Aku lahir di Balige, 12 Desember 1969. Sejak kecil, aku sudah terkenal sebagai preman yang sering memalak (meminta denan paksa -red) orang-orang. Bahkan ketika aku masih kelas 3 SMP, aku pernah terpaksa kabur dari rumah karena mencuri di warung milik tetangga. Hal itu membuat keluargaku merasa sangat malu pada kelakuanku. Uang yang aku curi itu aku gunakan sebagai ongkos untuk pergi ke Siantar. Disana aku melanjutkan aksi sehari-hariku, yaitu mencuri, memalak bahkan mencopet. Untungnya, selama menjalankan aksi aku selalu berhasil lolos dari pihak yang berwajib.





Impian terbesarku

Tahun 1984, aku pergi ke Medan dan bekerja sebagai wakil mandor di pangkalan KPUM (Koperasi Pengangkutan Umum Medan), Mercubuana Perumnas Mandala. Ketika menjadi mandor inilah timbul keinginan dalam hatiku untuk menjadi seorang preman yang paling berkuasa, karena aku melihat bahwa para preman besar hidupnya sangat berkecukupan, malahan berkelebihan.

Pengalaman pertama di Jakarta

Tahun 1987 aku akhirnya tiba di Jakarta. Aku tidak membawa apa-apa, hanya pakaian yang menempel di badan dan pisau yang selalu ada di sakuku. Aku merasa nyaman dengan selalu membawa pisau kemanapun aku pergi. Aku tidur di terminal. Untung aku bertemu dengan temanku disana sehingga aku bisa tinggal di tempat kostnya. Tapi, karena memang kebiasaanku adalah mencuri, akupun mencuri seluruh uang temanku itu dan melarikan diri ke terminal Tanjung Priok. Lalu, tahun 1984 aku pindah ke daerah Senen dan menjadi preman di sana. Semuanya aku lakukan untuk bersenang-senang dan mabuk-mabukan. Saat itu aku sama sekali tidak tahu arah tujuan hidupku.

Saudarapun jadi korban

Tahun 1988, aku lagi-lagi mencuri, namun parahnya kali ini aku mencuri di rumah saudaraku sendiri, seorang tentara AURI. Sialnya, aku tertangkap basah dan dihajar habis-habisan oleh saudaraku tersebut sampai mataku tidak bisa dibuka karena luka parah. Akupun dilarikan temanku ke rumah sakit.

Tetap tidak merasa kapok

Setelah keluar dari rumah sakit, aku pergi ke Bandung dan kembali menjalani hidupku seperti biasa, menjadi preman, mencuri, mabuk-mabukan, dan berjudi. Bahkan, aku juga pernah membunuh seorang preman di sana dalam sebuah perkelahian. Aku juga secara tidak sengaja pernah menabrak seseorang, lalu kabur meninggalkannya.

Titik awal pencerahan hidupku

Tahun 1993, aku merasa sangat lelah dengan kehidupanku yang selama ini aku jalani. Hidupku selalu dipenuhi rasa takut dan khawatir. Lalu, aku bertemu dengan temanku. Ia menawarkanku untuk main gitar di gerejanya karena saat itu mereka kekurangan pemain musik. Akupun menerima tawarannya, namun hanya sekali itu saja aku menginjakkan kakiku ke gereja. Setelah itu, aku sama sekali tidak pernah menginjakkan kakiku ke gereja.

Akhir tahun 1994, aku mengadakan acara tutup tahun di rumah temanku. Saat diajak temanku, aku merasa ada dorongan untuk datang dan akhirnya akupun bergabung. Dan tiba-tiba saat itu ada dorongan yang sangat kuat di hatiku untuk bertobat dari hidupku yang hancur ini dan mulai tahun 1995 aku harus taat beribadah ke gereja. Akhirnya, awal Januari aku mulai menginjakkan kakiku lagi ke gereja. Hatiku begitu tersentuh ketika ada seorang pendeta yang mengingatku saat aku bermain gitar di gereja waktu itu. Bahkan ia menanyakan kabarku. Di tengah posisiku sebagai sampah masyarakat, ternyata masih ada yang memperhatikan dan memperdulikanku. Bahkan pada pertengahan Febuari, aku dipercayakan membawa kolekte (pembawa kantong persembahan -red) saat ibadah. Aku merasa sangat bersukacita karena akhirnya aku bisa melayani Tuhan.

Hal yang di luar dugaan tiba – tiba terjadi

Waktu itu aku bekerja sebagai sopir bus angkutan umum ‘metro mini’. Karena ingin kejar-kejaran menuju ke terminal blok M, aku tidak bisa mengendalikan lagi bus yang kubawa ini yang akhirnya menabrak seorang wanita separuh baya di pinggiran jalan raya. Korban tersebut meninggal dunia dan aku ditangkap kemudian harus menjalani masa hukuman penjara selama 5 tahun.

Aku merasa sangat kesepian di penjara karena tidak ada seorangpun yang menjengukku. Namun suatu hari, ada seorang pendeta yang menjengukku. Aku begitu tersentuh karena ternyata masih ada yang memperhatikanku. Dalam kehidupan yang berat di penjara, aku menghadiri sebuah ibadah yang ada di penjara tempat aku ditahan. Saat itulah aku dijamah oleh kuasa Roh Kudus yang begitu luar biasa. Aku menangis histeris karena aku menyadari ada pribadi yang begitu luar biasa yang ternyata selama ini begitu mengasihiku. Pribadi yang rela mati disalib demi keselamatanku. Yesus namaNya. Sejak saat itu, aku rajin berdoa, memuji Tuhan, dan rajin beribadah. Aku seringkali menangis saat memuji dan menyembah Tuhan. Desember 1996, aku memutuskan untuk benar-benar meninggalkan seluruh kebiasaanku yang buruk mengambil keputusan untuk menyerahkan seluruh hidupku hanya kepadaNya.

Menghirup udara bebas dan hidup baru di dalamNya

September 1997, masa tahananku berakhir. Namun, setelah keluar dari penjara, aku sempat sekali lagi tergelincir dalam jurang dosa, judi dan mabuk-mabukkan. Di tengah-tengah kehidupanku yang kacau itu, tiba-tiba aku teringat seorang pendeta yang biasa melayaniku selama berada di penjara. Melihat sosoknya yang begitu memperhatikan kami para narapidana, aku mendatanginya dan aku didoakan olehnya. Bahkan, ia mengutusku untuk praktek melayani di sebuah yayasan kemanusiaan.

Tuhan menyediakan lebih dari apa yang aku butuhkan

Selama hidupku, aku begitu pesimis akan masa depanku, juga pasangan hidupku. Aku ingin mempunyai istri yang intelektual dan ahli berbahasa inggris. Namun aku menepis hal itu jauh-jauh karena aku tahu itu sangat mustahil. Namun ternyata bagi Tuhan benar-benar tidak ada yang mustahil. Aku dipertemukan dengan seorang wanita yang luar biasa, cantik, baik, dan pintar. Awalnya aku pesimis untuk mendekatinya, namun ternyata ketika aku mulai mencoba mendekatinya, Puji Tuhan, cintaku tidak bertepuk sebelah tangan. Setelah 2 tahun berpacaran, Oktober 2001, kami menikah di sebuah gereja. Aku pun telah berhasil meraih gelar S1 di bidang theologia.

Menyadari bahwa dulu aku pernah hancur dan diselamatkan Tuhan melalui seorang hamba Tuhan yang mau melayani para penjahat di penjara, aku pun memberanikan diri untuk terjun dalam pelayanan ke penjara-penjara. Kehadiranku di sana menjadi kesaksian yang hidup bagi tahanan-tahanan tersebut. Melalui pelayanan firman Tuhan dan kesaksian hidupku, banyak orang dipulihkan dan dikuatkan. Aku merasa sangat bersukacita karena bisa menyaksikan kebesaranNya yang begitu ajaib dalam hidupku. Tuhan memang sangat ajaib, Ia menjadikan segala sesuatu indah pada waktunya dan memberikan masa depan yang penuh harapan. Aku telah menemukan hidupku yang sesungguhnya. Sampah yang tidak berharga menjadi emas yang sangat berharga ditangan Tuhan.
Sumber Kesaksian :
Albiner Simanjuntak
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bagaimana kesan anda??